Sunday, 28 April 2013

PENYELESAIAN SENGKETA


Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tersebut menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisihan atau sengketa.
Sengketa dapat diselesaikan melalui cara-cara formal yang berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.
Berikut beberapa cara dalam proses penyelesaian sengketa :
 
1.    Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan antar pihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.

2.    Mediasi
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sbb:
  1. Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
  2. Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.
3.    Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa pun. Konsiliator tidak berhak membuat keputusan akhir dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

4.    Arbitrase
Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
1.            Salah satu pihak meninggal
2.            Salah satu pihak bangkrut
3.            Pembaharuan utang (novasi)
4.            Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
5.            Pewarisan
6.            Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok
7.           Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb
8.            Berakhir atau batalnya perjanjian pokok

Dua jenis arbitrase:
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya.
2. Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai.

5.    Peradilan
Negara berhak memberikan perlindungan dan penyelesaian bila terjadi suatu pelanggaran hukum. Untuk itu negara menyerahkan kekuasaan kehakiman yang berbentuk badan peradilan dengan para pelaksananya, yaitu hakim.
Pengadilan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peadilan umum. Sementara itu berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan kehikaman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan oleh sebuah MK.

6.    Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang umumnya mengenai perkara perdata dan pidana. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peadilan umum dilaksanakan oleh:
1. Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kodya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kodya dan kabupaten yang dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang dibentuk dengan undang-undang.
Tugas dan wewenang pengadilan tinggi adalah mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding, di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
3. Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berkedudukan di ibukota negara RI dan dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
MA bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutus:
1.    Permohonan kasasi
2.    Sengketa tentang kewenangan mengadili
3.   Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.


Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
Proses
Perundingan
Arbitrase
Ligitasi
yang mengatur
Para pihak
Arbiter
Hakim
proses
Informal
Agak formal sesuai dengan rule
Sangat formal dan teknis
jangka waktu
Segera (3-6 minggu)
Agak cepat (3-6 bulan)
Lama (>2 tahun)
biaya
Murah
Terkadang sangat mahal
Sangat mahal
aturan pembuktian
Tidak perlu
Agak informal
Sangat formal & teknis
publikasi
Konfidensial
Konfidensial
Terbuka untuk umum
hubungan para pihak
Kooperatif
Anatgonistis
Antagonistis
fokus penyelesaian
Masa depan
Masa lalu
Masa lalu
metode negosiasi
Kompromis
Sama keras pada prinsip hukum
Sama keras pada prinsip hukum
komunikasi
Memperbaiki yang sudah lalu
Jalan buntu
Jalan buntu
result
Win-win
Win-lose
Win-lose
pemenuhan
Sukarela
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
Ditolak dan mencari dalih
suasana emosional
Bebas emosi
Emosional
Emosi bergejolak


ASURANSI


A.      Pengertian Asuransi
Didalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) disebut bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penangung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu Premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapakan, yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak tertentu.”
Berdasaarkan pengertian pasal 246 KUHD dapat disimpulkan ada tiga unsur dalam Asuransi, yaitu:
  1. Pihak tertanggung, yakni yang mempunyai kewajiban membayar uang premi kepada pihak penanggung baik sekaligus atau berangsur-angsur
  2. Pihak penanggung, mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur apabila unsur ketiga berhasil
  3. Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi

B.      Tujuan Asuransi

Menurut Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S. H., asuransi itu mempunyai tujuan, pertama-tama ialah: mengalihkan segala resiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadi kepada orang lain yang mengambil resiko untuk mengganti kerugian. Pikiran yang terselip dalam hal ini ialah, bahwa lebih ringan dan mudah apabila yang menanggung resiko dari kekurangan nilai benda-benda itu beberapa orang daripada satu orang saja, dan akan memberikan suatu kepastian mengenai kestabilan dari nilai harat bendanya itu jika ia akan mengalihkan resiko itu kepada suatu perusahaan, dimana dia sendiri saja tidak berani menanggungnya.


C.      Jenis-jenis Asuransi
Secara garis besar asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:
  1. Asuransi Kerugian
Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan keuangan (pecuniary), tanggung jawab hukum (liability), dan asuransi diri (kecelakaan atau kesehatan)
2.     Asuransi Jiwa
Pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh resiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), resiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetpi tidak mustahil terjadi).
3.     Asuransi Sosial
Adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. Maksud dan tujuan asuransi social adalah menyediakan jaminan dasar bagi masyrakat dan tidak bertujuan untuk mendapat keuntungan komersial.

D.      Kapan Terjadinya Asuransi
perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat. Peristiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Perjanjian itu diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan atau ekonomi sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa. Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan yang akan dapat diderita olehnya, karena suatu kejadian yang belum pasti. Perjanjian asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
  1. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian (shcadeverzekering atau indemniteits contract). Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemnitas).
  2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat.
  3. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik.
  4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan.
Untuk menyatakan kapan perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum terdapat 2 (dua) teori perjanjian tersebut:
  1. Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi antara tertanggung dan penanggung.
  2. Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal 1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.
Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Untuk mengatasi kesulitan jika terjadi sesuatu setelah perjanjian namun belum sempat dibuatkan polisnya atau walaupun sudah dibuatkan atau belum ditandatangi atau sudah di tandatangi tetapi belum diserahkan kepada tertanggung kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian tertanggung.

E.       Berakhirnya Asuransi
       Ada empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara lain sebagai berikut:
1. Karena Terjadi Evenemen
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan
 

Mega Pramita Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez