Sengketa
dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang
merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak
kedua tersebut menunjukkan perbedaan pendapat maka
terjadilah perselisihan atau sengketa.
Sengketa
dapat diselesaikan melalui cara-cara formal yang berkembang menjadi proses
adjudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara
informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui
negosiasi dan mediasi.
Berikut
beberapa cara dalam proses penyelesaian sengketa :
1.
Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan berunding
secara damai untuk mencapai kesepakatan antar pihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai
penengah.
2.
Mediasi
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa
yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi,
mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sbb:
- Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
- Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.
3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang
berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga
(konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator berhak
menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa pun. Konsiliator tidak
berhak membuat keputusan akhir dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak
karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
4.
Arbitrase
Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di
luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh
pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat
para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun
disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
1.
Salah
satu pihak meninggal
2.
Salah
satu pihak bangkrut
3.
Pembaharuan
utang (novasi)
4.
Salah
satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
5.
Pewarisan
6.
Berlakunya
syarat hapusnya perikatan pokok
7.
Bilamana
pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan
pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb
8.
Berakhir
atau batalnya perjanjian pokok
Dua
jenis arbitrase:
1.
Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil yang
dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu. Kedudukan dan
keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan
tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini
berakhir dengan sendirinya.
2.
Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri
untuk selamanya dan tidak bubar
meski perselisihan yang ditangani telah selesai.
5.
Peradilan
Negara berhak memberikan perlindungan dan penyelesaian bila
terjadi suatu pelanggaran hukum. Untuk itu negara menyerahkan kekuasaan
kehakiman yang berbentuk badan peradilan dengan para pelaksananya, yaitu hakim.
Pengadilan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1986 adalah
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peadilan
umum. Sementara itu berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 4 Tahun 2004, penyelenggara
kekuasaan kehikaman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berbeda di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara,
dan oleh sebuah MK.
6.
Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi
rakyat yang umumnya mengenai perkara perdata dan pidana. Kekuasaan kehakiman di
lingkungan peadilan umum dilaksanakan oleh:
1.
Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang
berkedudukan di kodya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kodya dan kabupaten yang dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan
negeri bertugas memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan
perdata di tingkat pertama.
2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang
berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi
yang dibentuk dengan undang-undang.
Tugas dan wewenang pengadilan tinggi adalah mengadili
perkara pidana dan perdata di tingkat banding, di tingkat pertama dan terakhir
sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
3.
Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua
lingkungan peradilan yang berkedudukan di ibukota negara RI dan dalam
melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh
lain.
MA
bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutus:
1.
Permohonan
kasasi
2.
Sengketa
tentang kewenangan mengadili
3.
Permohonan
peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Perbedaan antara Perundingan,
Arbitrase, dan Ligitasi
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Ligitasi
|
yang
mengatur
|
Para
pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
proses
|
Informal
|
Agak
formal sesuai dengan rule
|
Sangat
formal dan teknis
|
jangka
waktu
|
Segera
(3-6 minggu)
|
Agak
cepat (3-6 bulan)
|
Lama
(>2 tahun)
|
biaya
|
Murah
|
Terkadang
sangat mahal
|
Sangat
mahal
|
aturan
pembuktian
|
Tidak
perlu
|
Agak
informal
|
Sangat
formal & teknis
|
publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka
untuk umum
|
hubungan
para pihak
|
Kooperatif
|
Anatgonistis
|
Antagonistis
|
fokus
penyelesaian
|
Masa
depan
|
Masa
lalu
|
Masa
lalu
|
metode
negosiasi
|
Kompromis
|
Sama
keras pada prinsip hukum
|
Sama
keras pada prinsip hukum
|
komunikasi
|
Memperbaiki
yang sudah lalu
|
Jalan
buntu
|
Jalan
buntu
|
result
|
Win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu
ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak
dan mencari dalih
|
suasana
emosional
|
Bebas
emosi
|
Emosional
|
Emosi
bergejolak
|