Thursday 10 January 2013

Pancasila Sebagai Etika Politik



Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Terkandung didalamnya suatu pemikiran - pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai.

Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar - dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai - nilai tersebut kemudian di jabarkan dalam suatu norma - norma yang jelas sehingga mereupakan suatu pedoman. Norma - norma tersebut meliputi :
a.      Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk.
b.   Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan yang berlaku di indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di negar Indonesia.

A. Pengertian Etika
            Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran - ajaran dan pandangan - pandangan moral. Etika temasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus.
a.    1.  Etika Umum mempertanyakan prinsip - prinsip yang berlaku bagi setiap tindakkan manusia
b.   2. Etika khusus membahas prinsip - prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Etika khusus di bagi dua yaitu:
a)     Etika Individual membahas tentang kewajibn manusia terhadap diri sendiri.
b) Etika Sosial membahs tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.


B.  Pengertian Nilai, Norma dan Moral
1. Pengertian Nilai  
       Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, ( the believed capacity of any object to statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri.
       Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang  berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita - cita, harapan dambaan dan keharusan.

2. Hierarki Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu -masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya  nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
a.      Nilai - nilai kenikmatan : dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai - nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan.
b.     Nilai - nilai kehidupan : dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : kesehatan, kesegaran jasmani, serta kesejahteraan umum.
c.      Nilai - nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nilai - nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan, yaitu keindahan,
kebenaran dan pengetahuan murni.
d.     Nilai - nilai kerohanian : dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tak suci.

Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu :
a.  Nilai – nilai ekonomis
b.  Nilai – nilai kejasmanian
c.  Nilai – nilai hiburan
d.  Nilai – nilai sosial
e.  Nilai – nilai watak
f.  Nilai – nilai estetis
g.  Nilai – nilai intelektual
h.  Nilai – nilai keagamaan

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
a.  Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material ragawi manusia
b.  Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c.  Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerokhanian  ini dapat dibagi menjadi empat macam:
1.     Nilai kebenaran, bersumber dari pada akal manusia
2.     Nilai keindahan, bersumber pada unsur perasaan
3.     Nilai kebaikan, bersumber pada unsur kehendak
4.     Nilai religius, bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia

Dari uraian mengenai macam – macam  nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa  yang  mengandung  nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai - nilai pancasila tergolong nilai - nilai kerokhanian, tetapi nilai - nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital. Dengan demikian nilai - nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.

Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
a.      Nilai Dasar
Nilai dasar merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat tuhan, manusia, atau segala sesuatu lainya.
b.     Nilai Instrumental
Nilai-nilai Instrumental merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu ekspilitasi dari nilai dasar.
c.      Nilai Praksis
Nilai Praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai Instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental itu.

3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai di jadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik di sadari maupun tidak. Nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Sedangkan norma adalah wujud yang lebih konkrit dan lebih objektif. Dari berbagai macam banyak norma, norma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan denga moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Hubungan antara moral dan etika memang sangat erat sekali dan kadang kala kedua hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Moral yaitu ajaran - ajaran ataupun nasihat - nasihat, patokkan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.

C. Etika Politik
            Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan agar etika politik bahwa kebaikan senantiasa di dasarkan pada hakikat manusia sebagai mahkluk yang beradab dan berbudaya.
1.   Pengertian Politik
       Pengertian ‘politik’ berasal dari kosakata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam - macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan - tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu.
Berdasarkan pengertian -  pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep -  konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan ( power), pengambilan keputusan ( decision making), kebijaksanaan ( policy), pembagian ( distribution), serta alokasi ( allocation). Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang  politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga - lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.

2.   Dimensi Politis Manusia
a)     Manusia sebagai Makhluk Individu – Sosial
            Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu.
Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar srana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
            Manusia sebgai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu ber-eksistensi karena orang lain dan ia hanya dapt hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segal kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.
            Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsan dan kenegaraan indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.
b)     Dimensi Politis Kehidupan Manusia
            Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem - sitem nilai serta ideologi yang memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagi makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadarn manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh tindakan -tindakannya.
            Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.

3.   Nilai – Nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
       Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
a.      Asas legalitas ( legitimasi hukum)
b.     Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c.       Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya ( legitimasi moral).
       Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kebijaksanan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebagaimana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku.
       Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan penyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.

3 comments:

  1. tampilan blognya keren.............

    ReplyDelete
  2. folback meg @zildtian

    ReplyDelete
  3. Semua berita yang ada di website anda sangat menarik perhatian untuk di simak, salam sehat. . . !! Semoga beritanya dapat bermanfaat! share ya gan, thanks nih!!

    ReplyDelete

 

Mega Pramita Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez