Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga
merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral
maupun norma kenegaraan lainnya. Terkandung didalamnya suatu pemikiran -
pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional dan komprehensif (menyeluruh)
dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai.
Sebagai
suatu nilai, Pancasila memberikan dasar - dasar yang bersifat fundamental dan
universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai - nilai tersebut kemudian di jabarkan dalam suatu norma - norma yang jelas
sehingga mereupakan suatu pedoman. Norma - norma tersebut meliputi :
a. Norma moral
yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut
baik maupun buruk.
b. Norma hukum
yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan yang berlaku di indonesia.
Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala
sumber hukum di negar Indonesia.
A. Pengertian Etika
Etika
adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Etika merupakan
suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran - ajaran dan pandangan -
pandangan moral. Etika temasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu etika umum dan etika khusus.
a. 1. Etika Umum
mempertanyakan prinsip - prinsip yang berlaku bagi setiap tindakkan manusia
b. 2. Etika khusus
membahas prinsip - prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia. Etika khusus di bagi dua yaitu:
a)
Etika Individual membahas tentang kewajibn manusia
terhadap diri sendiri.
b) Etika Sosial membahs tentang kewajiban manusia
terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian
terbesar dari etika khusus.
B. Pengertian Nilai, Norma dan Moral
1. Pengertian Nilai
Di
dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok, ( the believed capacity of any object to statistfy a human desire).
Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada
suatu objek itu sendiri.
Nilai
adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang
berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita -
cita, harapan dambaan dan keharusan.
2. Hierarki Nilai
Hierarkhi
nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu -masyarakat
terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai
tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang
ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat
dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
a. Nilai -
nilai kenikmatan : dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai - nilai yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan.
b. Nilai - nilai
kehidupan : dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai penting bagi kehidupan
yakni : kesehatan, kesegaran jasmani, serta kesejahteraan umum.
c. Nilai -
nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nilai - nilai kejiwaan yang sama
sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan, yaitu
keindahan,
kebenaran dan pengetahuan murni.
d. Nilai -
nilai kerohanian : dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci
dan tak suci.
Walter G.
Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu :
a. Nilai – nilai ekonomis
b. Nilai – nilai kejasmanian
c. Nilai – nilai hiburan
d. Nilai – nilai sosial
e. Nilai – nilai watak
f. Nilai – nilai estetis
g. Nilai – nilai intelektual
h. Nilai – nilai keagamaan
Notonagoro
membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
a. Nilai Material, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material ragawi
manusia
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerokhanian, yaitu segala
sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerokhanian ini dapat dibagi menjadi empat macam:
1.
Nilai kebenaran, bersumber dari pada akal manusia
2.
Nilai keindahan, bersumber pada unsur perasaan
3.
Nilai kebaikan, bersumber pada unsur kehendak
4.
Nilai religius, bersumber pada kepercayaan atau
keyakinan manusia
Dari uraian
mengenai macam – macam nilai diatas,
dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud
material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau
immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa
nilai - nilai pancasila tergolong nilai - nilai kerokhanian, tetapi nilai -
nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital. Dengan demikian
nilai - nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai
vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral,
maupun nilai kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan
yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.
Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
a.
Nilai Dasar
Nilai dasar merupakan hakikat, esensi, intisari atau
makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar bersifat universal
karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat
tuhan, manusia, atau segala sesuatu lainya.
b.
Nilai Instrumental
Nilai-nilai Instrumental merupakan suatu arahan, kebijaksanaan
atau strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat dikatakan bahwa
nilai instrumental itu merupakan suatu ekspilitasi dari nilai dasar.
c.
Nilai Praksis
Nilai Praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran
lebih lanjut dari nilai Instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Sehingga
nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental itu.
3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Nilai adalah kualitas dari suatu
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam
kehidupan manusia nilai di jadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam
bersikap dan bertingkah laku baik di sadari maupun tidak. Nilai dapat bersifat
subjektif maupun objektif. Sedangkan norma adalah wujud yang lebih konkrit dan
lebih objektif. Dari berbagai macam banyak norma, norma hukumlah yang paling
kuat keberlakuannya.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan denga moral dan etika. Istilah
moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian
seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang
terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah
lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai
penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Hubungan antara moral dan etika memang sangat erat sekali dan kadang kala kedua
hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut
memiliki perbedaan. Moral yaitu ajaran - ajaran ataupun nasihat - nasihat,
patokkan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
C. Etika Politik
Secara
substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek
sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat
dengan bidang pembahasan moral. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat
bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia
sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan agar etika politik bahwa kebaikan senantiasa
di dasarkan pada hakikat manusia sebagai mahkluk yang beradab dan berbudaya.
1.
Pengertian Politik
Pengertian
‘politik’ berasal dari kosakata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam -
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses
penentuan tujuan - tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan
itu.
Berdasarkan pengertian - pengertian
pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep
- konsep pokok yang berkaitan dengan
negara ( state), kekuasaan ( power), pengambilan keputusan ( decision making),
kebijaksanaan ( policy), pembagian ( distribution), serta alokasi (
allocation). Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para
pelaksana pemerintahan negara, lembaga - lembaga tinggi negara, kalangan
aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan
penyelengaraan negara. Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut
seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat
negara.
2. Dimensi
Politis Manusia
a)
Manusia sebagai Makhluk Individu – Sosial
Paham individualisme yang merupakan
cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang
bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur
berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia
sebagai individu.
Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang
sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai
sekedar srana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun
hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur
berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebgai makhluk yang
berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas
dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan
manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam
hidupnya mampu ber-eksistensi karena orang lain dan ia hanya dapt hidup dan
berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang
dibutuhkannya agar berhasil dalam segal kehidupannya serta berpartisipasi dalam
kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.
Dasar filosofis sebagaimana
terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa,
senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat
‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsan dan kenegaraan indonesia,
bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.
b)
Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup lingkaran
kelembagan hukum dan negara, sistem - sitem nilai serta ideologi yang
memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia
sebagi makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senantiasa
berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan
kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis
manakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu
keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai
suatu kesadarn manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai
suatu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali
oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh tindakan -tindakannya.
Dimensi politis manusia ini memiliki
dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga
dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.
3. Nilai –
Nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
a.
Asas legalitas ( legitimasi hukum)
b.
Di sahkan dan dijalankan secara demokratis (
legitimasi demokratis)
c.
Dilaksanakan
berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya ( legitimasi
moral).
Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kebijaksanan yang menyangkut
publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral religius
( sila 1 ) serta moral kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara
hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebagaimana
terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh
karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala kebijakan,
kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum
yang berlaku.
Negara
adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah
merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan penyelenggraan
negara segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan
pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.